Prinsip dasar sebuah system demokrasi adalah dengan adanya kuasa pemerintahan pada rakyat. Atau dalam aplikasi modern saat ini adalah dengan adanya pemimpin yang dipilih oleh rakyat. Sehingga secara langsung rakyat juga berhak untuk mengawasi jalannya pemerintahan yang ada. Seperti halnya yang juga terjadi pada banyak Negara di dunia saat ini, sistem demokrasi begitu populernya. Malahan orang-orang yang pro-demokrasi meng-klaim bahwa sistem inilah yang memjadi resep jitu Negara-negara maju, dengan bukti banyak Negara yang sukses berasaskan demokrasi.
Konsep seperti inilah yang kemudian diadobsi oleh bangsa Indonesia, dan melahirkan modifikasi baru dengan asas pancasila. Para pelopor bangsa ini berharap konsep tersebut bisa diterapkan lebih jauh, sehingga bangsa ini bisa menjadi bangsa yang besar. Dan ternyata penerapan sistem kenegaraan tersebut berdampak pula pada setiap sector kehidupan masyarakat. Sebagai contoh kita akan mendapati pengaturan daerah secara demokrasi, atau mungkin landsan partai yang menjunjung demokrasi, sampai pada suasana kelas murid-murid SD juga diterapkan budaya demokrasi. Bahkan wajar ketika ibu-ibu sedang arisan atau kumpul-kumpul juga menggunakan metode demokrasi.
Begitu kuatnya pemikiran demokrasi pada tataran masyarakat, sehingga pola ini bergerak pula di lingkungan mahasiswa. Pada tahun 90’ an, sering dikenal istilah senat mahasiswa, yang sebenarnya bagian dari trias politika-nya demokrasi. Senat yang waktu itu memiliki peran eksekutif, kini di-era 2000-an berubah menjadi badan eksekutif mahasiswa (disingkat BEM). Dan seperti biasanya akan ditambah fungsi legistalatif yang dimainkan oleh dewan mahasiswa. Ini adalah suatu hal yang lumrah terjadi pada iklim demokrasi. Dimana setiap mahasiswa tentunya berhak memilih siapa pemimpin mereka, bagaimana nasib mereka, dan banyak lainnya.
Namun iklim demokrasi di STT Telkom sepertinya tidak gayung bersambut, mungkin sudah hal yang lumrah juga. Kondisi mahasiswa teknik selalu diidentikkan dengan individu yang autis, apatis dan egois (semuanya ada is -nya). Mahasiswa bahkan tidak sempat memikirkan lingkungan sekitarnya, dan terlebih lagi dirinya sendiri. Sampai saat ini sangat sulit untuk berfikir solusi terhadap permasalahan yang ada di kampus. Banyak orang hanya bisa menuntut tanpa mau memikirkan perubahan seperti apa yang seharusnya dilakukan. Dan lebih miris lagi ketika sedikit sekali mahasiswa yang mau berjuang untuk perubahan tersebut. Seperti kasus pembentukan dewan mahasiswa beberapa hari yang lalu, kenapa begitu sulitnya mencari orang-orang yang mau ‘duduk manis‘ jadi anggota dewan. Padahal jelas saat itu banyak sekali orang yang melontarkan kritiknya untuk dewan. Dan sekarang terjadi juga hal yang sama, yaitu pada tataran eksekutif, banyak mahasiswa saat ini menghujat kebijakan BEM yang dinilai tidak demokrasi, namun mengapa tidak ada orang yang mau menggantikan ‘kebobrokan’ BEM sekarang agar lebih baik.
Dan memang demokrasi sering dihadapkan pada kondisi yang dilematis seperti ini. Itulah karakter hidup bermasyarakat. Sehingga sejauh mana kemudian muncul kesadaran mahasiswa untuk kemudian memanfaatkan peluang yang dimilikinya dalam demokrasi ini. Konsep kekinian yang seharusnya melekat adalah ketika demokrasi yang saat ini diusung memunculkan banyak protes, maka selayaknya demokrasi tersebut digulingkan dengan pemerintahan yang lebih baik.
baca selengkapnya...
Konsep seperti inilah yang kemudian diadobsi oleh bangsa Indonesia, dan melahirkan modifikasi baru dengan asas pancasila. Para pelopor bangsa ini berharap konsep tersebut bisa diterapkan lebih jauh, sehingga bangsa ini bisa menjadi bangsa yang besar. Dan ternyata penerapan sistem kenegaraan tersebut berdampak pula pada setiap sector kehidupan masyarakat. Sebagai contoh kita akan mendapati pengaturan daerah secara demokrasi, atau mungkin landsan partai yang menjunjung demokrasi, sampai pada suasana kelas murid-murid SD juga diterapkan budaya demokrasi. Bahkan wajar ketika ibu-ibu sedang arisan atau kumpul-kumpul juga menggunakan metode demokrasi.
Begitu kuatnya pemikiran demokrasi pada tataran masyarakat, sehingga pola ini bergerak pula di lingkungan mahasiswa. Pada tahun 90’ an, sering dikenal istilah senat mahasiswa, yang sebenarnya bagian dari trias politika-nya demokrasi. Senat yang waktu itu memiliki peran eksekutif, kini di-era 2000-an berubah menjadi badan eksekutif mahasiswa (disingkat BEM). Dan seperti biasanya akan ditambah fungsi legistalatif yang dimainkan oleh dewan mahasiswa. Ini adalah suatu hal yang lumrah terjadi pada iklim demokrasi. Dimana setiap mahasiswa tentunya berhak memilih siapa pemimpin mereka, bagaimana nasib mereka, dan banyak lainnya.
Namun iklim demokrasi di STT Telkom sepertinya tidak gayung bersambut, mungkin sudah hal yang lumrah juga. Kondisi mahasiswa teknik selalu diidentikkan dengan individu yang autis, apatis dan egois (semuanya ada is -nya). Mahasiswa bahkan tidak sempat memikirkan lingkungan sekitarnya, dan terlebih lagi dirinya sendiri. Sampai saat ini sangat sulit untuk berfikir solusi terhadap permasalahan yang ada di kampus. Banyak orang hanya bisa menuntut tanpa mau memikirkan perubahan seperti apa yang seharusnya dilakukan. Dan lebih miris lagi ketika sedikit sekali mahasiswa yang mau berjuang untuk perubahan tersebut. Seperti kasus pembentukan dewan mahasiswa beberapa hari yang lalu, kenapa begitu sulitnya mencari orang-orang yang mau ‘duduk manis‘ jadi anggota dewan. Padahal jelas saat itu banyak sekali orang yang melontarkan kritiknya untuk dewan. Dan sekarang terjadi juga hal yang sama, yaitu pada tataran eksekutif, banyak mahasiswa saat ini menghujat kebijakan BEM yang dinilai tidak demokrasi, namun mengapa tidak ada orang yang mau menggantikan ‘kebobrokan’ BEM sekarang agar lebih baik.
Dan memang demokrasi sering dihadapkan pada kondisi yang dilematis seperti ini. Itulah karakter hidup bermasyarakat. Sehingga sejauh mana kemudian muncul kesadaran mahasiswa untuk kemudian memanfaatkan peluang yang dimilikinya dalam demokrasi ini. Konsep kekinian yang seharusnya melekat adalah ketika demokrasi yang saat ini diusung memunculkan banyak protes, maka selayaknya demokrasi tersebut digulingkan dengan pemerintahan yang lebih baik.