Padahal saat ini komunikasi adalah salah satu hal penting yang dibutuhkan bangsa kita. Tapi nyatanya kebutuhan itu dimanfaatkan untuk kepentingan pihak-pihak asing. Negara ini masih menjadi sasaran empuk para kapitalis serakah yang ingin berinvestasi dengan keuntungan berlipat-lipat. Faktanya Indonesia masih menjadi negara dengan tarif telekomunikasi termahal, setidaknya untuk tingkat Asia Tenggara.
Lucu juga opini yang beredar. Alkisah, beredarnya isu kepemilikan saham didua raksasan telekomunikai suatu negeri, membuat pihak yang mengawasi per-monopolian bertindak. Cukup matang mungkin penyelidikan yang dilakukan. Sampai-sampai terdengar satu adegan adanya beberapa orang yang disingkirkan karena dinilai tidak netral. Tapi memang bukan itu isu utamanya, jadi bisa saja itu sebagai upaya pengalihan isu.
Masalahnya bangsa ini dipersepsikan telah menjadi bahan mainan dari sebuah perusahaan asing milik tetangga, yang intinya menguasai sektor pertelekomunikasian(komunikasi yang bertele-tele membuat kita kasian).
Satu perusahaan dimiliki dengan hak saham yang pasif, sehingga kebijakan untuk memajukan bisnis ini masih tetap memadai. Satunya lagi perusahaan dengan kepemilikan saham aktif, seharus bisa berinovasi untuk memajukan bisnisnya. Kenyataannya yang satu diberitakan makin untung, yang satu diberitakan santai-santai saja, dengan minim inovasi. Yang dirugikan katanya, adalah rakyat, karena justru tidak mendapatkan persaingan dari dua raksasa ini. Yang ada justru kesan kompromistis, sehingga tarif makin melangit. Benar atau tidak, tidak begitu yakin.
Hakikatnya telekomunikasi, adalah hajat hidup orang banyak. Ini didasarkan pada kebutuhan yang mencakupinya, mulai dari urusan pribadi, masyarakat umum, bisnis, pendidikan bahkan sampai urusan intelegen. Ironisnya, kenapa bukan bangsa sendiri yang menjadi penguasanya. Kini barulah kita sadar, akan pentingnya menjadi tuan dirumah sendiri, atau tamu dirumah orang lain.
Sudah begitu pun, kita masih bisa berandai-andai. Jikalau saja kue (saham) yang diperebutkan itu ternyata terbukti dimonopoli, dan mengharuskan kue itu dibagi-bagi, apakah yang punya negara ini bisa kebagian? Maksudnya rakyat itu sendiri atau lebih nyatanya bisa diambil oleh pemerintah. Masalahnya pemerintah belum tentu punya uang untuk itu, dan lagi-lagi kue ini bisa saja jatuh ketangan asing lagi, Rusia misalnya. Ini dia yang saya maksud lucu (ketawa tapi nangis).