Sekedar berbagi pengetahuan saja, dan karena ada yang bertanya pada saya (padahal saya juga bingung jawabnya) tentang Ijtihad. Tapi tidak ada salahnya kita share pengetahuan, iya khan……
Sumber dari ajaran islam yang kita kenal ada 2, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, ini yang utama. Tapi bagaimana bila ada hal lainnya yang tidak spesifik dijabarkan dalam kedua sumber hukum itu? Atau malahan tidak dibahas secara tersurat maupun tersirat?
Jangan khawatir dan bimbang, karena ada sumber yang ketika, yaitu dilakukannya Ijtihad.
Munurut bahasa Ijtihad berarti bersungguh-sungguh mencurahkan segenap kemampuan dan kesanggupan seseorang untuk mendapatkan sesuatu hukum tertentu yang tidak ditetapkan secara jelas dalam Al-Qur’an atau As-Sunnah. (weleh.. panjang banget!)
Berikut ini akan coba kita bahas beberapa pendekatan atau metode dalam ber-Ijtihad, ini adalah yang dilakukan para Ulama :
- Qiyas, atau enaknya kita sebut analogi. Menetapkan hukum yang belum jelas dalam Al-Qur’an atau As-Sunnah dengan dianalogikan pada hukum yang sudah ada didua sumber tersebut, karena ada sebab kesamaan. Misalnya, penggunaan Putaw, kan tidak dijelaskan karena mungkin jaman dulu barang seperti itu belum ada, maka para ulama menyamakan statusnya saja dengan khamr, karena sifatnya yang memabukkan, jadinya haram.
- Ijma’, kesepakatan para ulama (secara kolektif) untuk menentukan hukum sesuatu. Bisa juga kita melihat ada Ijma dari para sahabat dan Ijma’ dari para Ulama. jadi termasuk didalamnya keputusan bersama yang diambil oleh para ulama, tentunya ada dalilnya.
- Istihsan, menetapkan sesuatu hukum pada persoalan Ijtihad atas dasar prinsip-prinsip umum ajaran islam, seperti keadilan, kasih sayang, dsb. Misalnya ada permasalahan yang mengharuskan kita memilih diantara 2 hal yang buruk, maka kita pilih yang mudharatnya paling sedikit.
- Mashalihul Mursalah; menetapkan hukum terhadap suatu persoalan Ijtihad atas pertimbangan kegunaan dan manfaat sesuai dengan tujuan syari’ah. Bedanya kalau Istihsan disertai dengan dalil secara umum yang menjadi pertimbangan kemashlahatan(kebaikan), sedangkan mashalihul mursalah mempertimbangka aspek kepentingan dan kegunaan tanpa dalil secara tertulis.
Dan Ijtihad tidak bisa dengan mudah apalagi main-main ditentukannya, harus dengan pemahaman yang mencukupi. Makanya seorang mujtahid (yang melakukan Ijtihad) harus memiliki tertentu, yaitu mengetahui dan memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah. jadi walaupun status Ijtihad ditetapkap oleh manusia, tapi harus tetap merujuk pada Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Seperti itu, mudah-mudahan masih bingung dan penasaran, jadi bisa terus mencari sumber yang lebih shahih. Ada banyak buku yang membahas ini, biasanya pada bab hukum dasar Islam atau sejenisnya.
Kalau ada yang keliru mohon segera dikritik, demi kebaikan kita bersama.
artikel lain tentang ini bisa didapat di wiki atau disini. atau dibuku-buku lainya.*)diambil dari banyak sumber
OMG! it's a great article, Share Oh!
0 komentar:
Post a Comment