Proses demokrasi di Indonesia sepertinya masih jauh dari kamapanan. Demokrasi yang diyakini mampu membawa ruang lebih bagi kemakmuran rakyatnya justru malah menjerat kehidupan rakyat itu sendiri. Tata pemerintahan yang ada memang sudah menjadi hewan peliharaan para penguasa. Mereka bisa dengan bebasnya melakukan manuver-manuver politik, yang hanya menguntungkan diri sendiri dan malah merugikan masyarakat. Keberadaan politikus benar-benar telah mempolitisasi seluruh aspek kepentingan publik untuk kemajuan kendaraan politiknya saja. Padahal berbagai perangkat demokrasi yang ada seharusnya bisa berkolaborasi untuk kemajuan bangsa. Minimal konsisten untuk tetap berperan sebagai pemerintah, legislatif atau penegak hukum.
Dampak negatif dan nyata mulai timbul, salah satunya adalah melemahnya kepercayaan publik terhadap pemerintah. Dan itu bisa berarti melemah pula stabilitas negara kesatuan ini. Karena pada dasarnya negara ini dibangun atas dasar demokrasi, yang seharusnya mampu dimanfaatkan untuk kemajuan rakyat. Bangsa kita terlalu banyak menyimpan stok politikus-politikus, apalagi politikus yang busuk. Kerja mereka sehari-harinya hanya untuk berbicara masalah kenaikan gaji, laptop, uang transport, kepentingan partai, pertarungan antar lawan politik, saling tuding kesalahan, membuat partai baru, atau apalah itu namanya. Lalu apa gunanya bagi rakyat? Kita seakan hanya bisa duduk manis dan menyaksikan segala macam dinamisasi demokrasi bangsa ini, tanpa pernah tahu kapan bangsa ini bisa menjadi baik. Kapan tetangga kita yang miskin bisa makan enak, kapan harga beras menjadi murah, kapan BBM bisa turun, kapan pendidikan bisa gratis, kapan kesehatan kita bisa terjamin. Hal-hal itulah yang akan terbayangkan dibenak masyarakat, karena tidak mungkin masyarakat memikirkan penyelesaian masalah ataupun masalah politik, itu adalah tugas pemimpin bangsa ini. Janji tidak hanya dilontarkan saat berkampanye, bahkan sekarang pun masih sering janji-janji itu disuarakan. Mungkin untuk mengangkat image para politisi dan petinggi negeri ini.
Demokrasi seharusnya bisa menjadi sarana bagi kita untuk mengatur kehidupan bangsa ini. Bukan malah menghancurkan bangsa ini. Kita butuh lebih banyak negarawan yang mampu berbuat untuk kepentingan negaranya. Bukan politikus yang berfikir untuk kepentingan politiknya. Secara nyata bisa kita lihat dari berapa banyak elemen pemerintah yang mau berjuang dan berkorban demi rakyat? Apakah seperti yang terjadi di Bulog saat ini ? Peran maksimal dari pemerintah pun sebenarnya bisa membuat bangsa ini menjadi lebih mandiri, serta terlepas dari intervensi pihak asing. Pemerintah yang ada tidak semestinya hanya berkutat pada permasalahan pengusaha (kapital) tanpa menghitung apa manfaatnya untuk masyarakat. Legislatif yang bertindak sebagai corong dari masyarakat, hanya menjadi kandang bagi kepentingan politik parpol, lalu mau dibawa kemana kepentingan rakyat ? Suara-suara yang dilontarkan bukan suara kebenaran tapi malah kepentingan. Bangsa ini harus menyadari bahwa perlu ada perbaikan menyeluruh terhadap pola pikir dan sistem kerja manusia dewan. Sehingga mereka akan lebih mengutamakan perut rakyat dari pada uang pulsa, atau bahkan laptop. Namun yang lebih ironis lagi ada tidak adanya kekuatan hukum yang bisa bekerja powerfull. Yang mampu menyikat habis segala karat-karat demokrasi yang disebabkan penjahat politik. Penegak hukum kini bisa dengan enaknya berkoar tentang kebenaran, walaupun itu hanya berlaku pada maling-maling ayam. Untuk maling triliunan, nanti dulu, ada berbagai macam proses hukum yang harus dilalui tentunya dengan prinsip praduga tidak bersalah. Hukum dapat dibeli, apalagi penegak hukumnya, pasti dapat dikebiri. Bahkan aturan perundangan pun bisa dibuat sesuai kehendak penguasa atau pengusaha.
Kalau sudah seperti ini akan sangat sulit jika kita berbicara siapa yang pantas memimpin negeri ini. Karena siapa pun yang jadi pemimpin pasti keadaannya akan berulang, mulai dari Soekarno sampai Susilo. Mereka bukanlah orang-orang yang bodoh dan tidak berpendidikan, sehingga tidak mampu mengatasi masalah ekonomi, sosial politik, kesejahteraan dan keamanan negara. Justru orang-orang disekeliling mereka adalah para ahli nomor wahid di negeri ini. Tapi ini masalah niat baik dan moralitas, niat mereka tidak untuk membangun bangsa, tapi untuk membangun kepentingan politiknya. Sampai kapan pun demokrasi seperti ini hanya akan menjadi sistem sampah, yang dikelola oleh orang-orang sampah dan hanya menghasilkan sampah bagi rakyat.
Perlu adanya kesadaran untuk mengembalikan hakikat sebenarnya dari demokrasi ini, yaitu kembali pada rakyat. Dengan berbagai modifikasi yang dilakukan tanpa mengurangi tujuan mendasar untuk kesejahteraan rakyat. Mengembalikan peran dari masing-masing lembaga eksekutif., legislatif dan yudikatif pada rel yang benar. Lalu didukung oleh para pemimpin negeri yang senantiasa memikirkan kemajuan bersama bagi rakyatnya. Semakin hari rakyat sudah jauh dari harapan itu, dan bahkan kini tinggal mimpi. Mungkin sebentar lagi harapan itu tidak akan pernah ada karena telah terbang tertiup angin seiring dengan kehancuran negeri ini. Tapi kita harus tetap berharap dan berusaha agar tetap dalam berkat dan rahmat Allah yang Maha Kuasa dan keinginan yang luhur untuk memperbaikin kehidupan kita (seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945).
OMG! it's a great article, Share Oh!
1 komentar:
bangga melihat toufan tambunan.
belajarlah serius. gapai cita-citamu.
salam dari tepi danau toba.
www.batak.in
Post a Comment