Kita ambil contoh dari kebutuhan-kebutuhan pribadi mahasiswa itu sendiri. Misalnya kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya tersier(barang mewah), seperti make-up, perhiasan, fashion, telah menjadi kebutuhan primer. Sepertinya kurang afdol bagi mahasiswa kalo belum pergi ke salon tiap minggunya, beli baju baru (sesuai trend) tiap 2 minggu sekali, pernak-pernik make-up, dan lainnya. Maka jangan heran kalau kemudian anggaran pengeluarannya untuk hal-hal seperti itu merupakan suatu kewajiban.
Belum lagi kebutuhan akan pulsa, yang bisa mencapai ratusan ribu perbulan. Atau kebutuhan makan dan jajan, bisa jebol sampai 1 jutaan (mis. 1hari 30 ribu). Belum lagi kalo mau jalan-jalan, nonton bioskop, konser musik, atau acara nongkrong lainnya, kantong perbulannya bisa hilang minimal 100ribu.
Ini adalah realita kehidupan kita saat ini kan? Padahal disisi lain ada juga realita dari kehidupan masyarakat yang sedang kesusahan. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan primer (sandang, papan, pangan) mereka saja sudah kesulitan. Ada yang harus ‘banting tulang’ dari pagi sampai malam, hanya untuk makan hari itu saja. Atau malah ada yang harus makan hanya sekali dalam sehari, bahkan sampai puasa beberapa hari.
Bisa kita bayangkan ketika kita hidup kerja keras hanya untuk memenuhi kebutuhan tersier kita, tapi banyak masyarakat justru kerja keras untuk sekedar bisa hidup. Cobalah untuk keluar dari belenggu pemikiran bahwa saya sangat butuh pulsa, saya butuh spa di salon, saya butuh nonton film terbaru, saya butuh baju baru, atau kebutuhan lainnya yang hanya bersifat pelengkap. Dan sebenarnya kita juga lah yang menjadikan kebutuhan tersier kita menjadi primer, karena gaya hidup kita.
Tidak ada salahnya untuk menghemat pengeluaran kita, terutama untuk hal-hal yang berbau tersier. Misal dengan memilih makanan sehat (4 sehat 5 sempurna), tidak mesti belanja di resto mahal. Hemat kebutuhan pulsa kita, tidak perlu berbicara lama-lama, hal-hal yang tidak perlu. Lebih baik nonton TV dirumah dari pada nonton bioskop atau konser musik. Dan hal-hal kecil lainnya yang tujuannya untuk penghematan.
Kemudian hasil penghematan tersebut digunakan untuk membantu sesama, atau minimal melatih diri kita untuk hidup susah. Terbiasa dengan hidup susah itu penting lho, karena memang kondisi masyarakat saat ini sedang susah. Selain itu dengan terbiasa hidup susah sense of social kita akan lebih peka. Kalaupun kita melihat banyak gaya hidup mewah yang ditawarkan (mis. lewat media TV), itu hanyalah sekedar fatamorgana.
OMG! it's a great article, Share Oh!
1 komentar:
yeah.,...
halak hita do hape...
menurut gue mah... tulisan ini hanya ngeliat dari satu sudut pandang yang tidak dijelaskan... kehidupan glaour mahasiswa yang glamour....
perasaan dikampus gue, ga gitu2 amat..
biasa,.. jurusan teknik.... ce pake rok aja diketawain, blon lagi yang pake high hills ga nyampe lima orang... 90 % cuma kaos doang...
dibilang miskin, gak juga,.. banyak tuh temen gue yang ortunya pejabat di pemerintahan, banyak yang punya kolam renag dirumahnya, dgan jam terbang ke luar negri tinggi...
nah, kalo yang spa-sap gitu...
emang dari asalnya kaya kale... juga keluarganya, (mamanya galmour)
makanya itu dianggap kebutuhan...
Post a Comment