Monday, February 05, 2007

Kritik bukan sekedar Kripik


Antara kritik dengan pujian seperti dua sisi mata uang yang saling menutupi dan terkesan bertolak belakang. Manusia pada umumnya akan lebih senang dan terbuka jika menerima pujian dan tidak menerima kritik. Walaupun saat ini seharusnya perlakuan pada kritik adalah dalam kontek membangun. Tapi tetap saja kritik atau pun pujian adalah masalah sudut pandang, sehingga sering diperdebatkan dan terkesan merugikan. Apalagi kalau sudah menyangkut harga diri, pasti pujian atau kritikan tadi akan semakin panas tanggapannya.

Seperti halnya kripik singkong (atau jenis kripik lainnya) yang sangat ’nyaring’ terdengar ’krieuuk’-nya, tapi justru tidak berbobot (kalaupun ada sangatlah ringan) dan garing pula. Nyaring hanya terdengar sebentar, kenyang pun tidak sepenuhnya terpuaskan, walaupun dalam jumlah yang banyak. Tapi mayoritas kita pasti tetap menyukai kripik sebagai panganan sampingan. Dan sebagian kita juga mungkin masih menempatkan kritik kita seperti kripik tadi.

Ada dua sisi yang bisa kita lihat dari bentuk kritik yang ada. Pertama dari sisi pemberi kritik, dan yang kedua dari sisi penerima kritik. Kritik harus disampaikan dalam rangka membangun, dilengkapi informasi faktual, berdasarkan analisa yang objektif, ilmiah dan rasional, serta dengan penyampaian yang efektif dan efisien. Keempat hal ini akan mampu membangun persepsi kritik yang baik dari sisi pemberi kritik. Kritik harus punya tujuan jelas, yaitu untuk membangun atau mungkin lebih jelasnya adalah menyelesaikan masalah (bukan menambah masalah), tidak ada tendensi apapun terhadap orang yang kritik, karena yang dilihat tidak hanya sekedar orangnya(subjek) saja tapi juga permasalahannya. Kritik juga akan lebih membangun dan jelas fokusnya jika dilengkapi dengan data-data yang bisa memperkuat, sehingga permasalahan yang dituju pun akan semakin jelas. Banyak para kritikus yang mengutarakan kritikan mereka bahkan tidak dengan data yang jelas, sehingga tidak diketahui pula tujuan dan arah kritikan yang disampaikan, atau bahkan menggunakan data lama(kadaluarsa) sampai dengan data-data palsu, ini sama sekali tidak membangun. Ditambah lagi faktor ketiga yang sering diabaikan, yaitu bagaimana dengan alasan atau analisa terhadap kritikan tersebut. Kritik sering diutarakan secara membabi buta. Memaparkan tuntutan tanpa alasan yang logis, bahkan mengada-ada, yang penting orang tersebut berhasil kita kritik. Jika ini dilakukan maka kritik yang kita sampaikan tidak akan bernilai apa-apa bagi penerima kritik, bahkan bisa jadi hanya memperkeruh suasana. Mmaka dari itu aspek lain yang harus kita perhatikan dalam kritik adalah sarananya, dengan melihat faktor efisiensi dan efektifitas. Untuk mengkritik uang kosan yang terlalu mahal kepada ibu kos kita tidak harus menggalang massa dari BEM se-Indonesia turun ke gedung MPR. Cukup kita ajukan kritik atau protes dengan cara langsung dan santun secara personal. Sekali lagi harus efektif (tepat sasaran) dan efisien (tepat guna).

Kalau bicara dari sisi penerima kritik, maka point utama yang harus selalu diingat adalah jadikan kritik sebagai sarana membangun dan pengembangan diri kita. Ini penting, karena tanpa persepsi itu bagaimanapun kritik dikemas akan tetap buruk dimata kita. Jangan terlalu mengedepankan egoisme atau harga diri, yang sebetulnya tidak terlalu bernilai jika dibandingkan masukan yang memang berarti bagi kebaikan diri kita. Selain itu kita juga harus menerima segala kritikan secara utuh dan orisinil, tidak sepotong-potong atau malah hanya gosip saja. Kenali betul permasalahan yang sebetulnya sedang diangkat dalam kritik tersebut. Dan tentunya tidak melihat siapa yang mengkritik kita, tapi lihatlah apa yang menjadi masukan bagi kita.

Mungkin masih banyak pendekatan lainnya yang bisa membuat kita terbiasa dengan kritikan. Sehingga kita tidak alergi lagi untuk dikritik. Dan yang terpenting kalau pun kita harus mengkritik, haruslah berbobot tidak seperti kripik.

Maka jangan heran jika kritik kita dipandang sebelah mata oleh orang lain. Seperti halnya yang dilakukan kebanyakan pergerakan mahasiswa saat ini, atau yang kemarin diteriakkan Bang Hariman Siregar, atau bentuk protes lainnya yang sering terjadi dikampus kita. Kita sebagai pemberi kritik harus mampu menunjukkan kapasitas kita terhadap permasalahan yang kita angkat, tidak hanya sekedar ’nyaring’ diawal dan kemudian hilang begitu saja. Permasalahan yang memang benar-benar mengakar akan mampu menajamkan kritikan yang kita bangun dan semakin jelas arahannya untuk membangun, bukan untuk menjatuhkan atau menambah masalah.

Masalah metode kritik yang saat ini digunakan pun perlu untuk kita cermati bersama, apakah memang selau dengan dialog, atau perlu kita sampaikan secara personal, atau disampaikan dimuka umum, atau malah dengan aksi demonstrasi. Semua tergantung permasalahan dan bagaimana pemecahan yang kita inginkan.

Selamat Mengkritik dan Jangan takut dikritik !!!



OMG! it's a great article, Share Oh!


2 komentar:

Nadiah Alwi - Write at Home Mom on Thursday, 08 February, 2007 said...

Lagi belajar menerima kritik dan masukan dengan lebih bijaksana.

Susah memang...tapi itu kan buat kebaikan ya?

*brusaha menegarkan hati*

nad

Unknown on Thursday, 08 February, 2007 said...

iya... nih,mba...
ternyata untuk menjadi orang besar butuh kekuatan hati yang besar pula, salah satunya untuk selalu memperbaiki diri.
but, budaya bangsa kita sepertinya masih alergi

 

Followers

Social Share

[ttm]. topan tambunan menulis Copyright © 2009 Gadget Blog is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal